SEJARAH
PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN DI INDONESIA
1. Sebelum
Kemerdekaan
Profesi
akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan
para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang
bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal
menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk
kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola
modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih
dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin
besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was
kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya
memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik
dana.
Keadaan inilah yang membuat
pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk
memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak
itulah yang dikenal sebagai Auditor.Selama
masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah
akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2.
Masa Orde Lama
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar
tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia
dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik
Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa
penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama
era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan
ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang
terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di
Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini
akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk
membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur.
Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W
Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan)
adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang
bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda
tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan
lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan
Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember
1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah
Ketua Umum IAI yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain
mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan
meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.
Atas
dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling
ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan
akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas
Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada
1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model
Amerika pada tahun 1960.
Selama
tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan
permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi
akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik
yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi
akuntansi.
3.
Masa Order Baru
Profesi akuntansi mulai
berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968.
Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi
akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh
adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat
menjadi anggota IAI.
Pada
tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada
pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional.
Pada tahun 1973, IAI
membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya
perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi
Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi
melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985
dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini
didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun
1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi
akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan selanjutnya
dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek
Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan,
standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai
dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional
diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak
tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997
tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari
pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997
yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi
akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/
kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun
setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui
keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan
manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi akuntansi
menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997
yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal
ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari
akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui
Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung
usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan
(governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui
pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1) Auditor bertanggung
jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2) Direktur
bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan
informasi publik lainnya.
4. Masa
Sekarang
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian,
keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi
kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah,
perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan oleh perkembangan
ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa
faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga
keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka
menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di
Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal asing dan
globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi
akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk
melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha
kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun
1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi
yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas
hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat
dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang
lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin
besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan
publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit,
dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin
beragam dan rumit.
Tahun 2001, Departemen
Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan
Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU
Akuntan Publik adalah :
a) Melindungi kepercayaan publik
yang diberikan kepada akuntan public.
b) Memberikan kerangka hukum yang
lebih jelas bagi akuntan publik.
c) Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan
menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal penting dalam RUU
AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor
akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.
http://www.iapi.or.id/iapi/sejarah_iapi.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar