Hukum Perjanjian
Standar Kontrak Hukum
Perjanjian
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak standar umum artinya
kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan
disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus,
artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya
untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
*
Jenis-jenis kontrak standar
Ditinjau
dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka
ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a.
kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b.
kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c.
kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
Ditinjau
dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat
dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a.
kontrak standar menyatu;
b.
kontrak standar terpisah.
Ditinjau dari segi
penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
- kontrak
standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
Macam-macam
perjanjian
Ditinjau
dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4
(empat) segi, yaitu:
1.
Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
Secara
garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional
dibagi lagi ke dalam:
a. Perjanjian Internasional
Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak
yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja
(negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
b. Perjanjian Internasional
Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang
terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional..
2. Perjanjian Internasional
ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan
Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
- Treaty Contract. Sebagai perjanjian
khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan
kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara
pihak-pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk
perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.
- Law Making Treaty.
Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan
perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang
dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak
ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut.
Law
making treaty ini dapat dijabarkan lagi berdasarkan jenisnya menjadi:
i. Perjanjian terbuka
atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diaturnya adalah masalah yang
menjadi kepentingan beberapa negara saja.
ii. Perjanjian terbuka atau
perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan
kepentingan sebagian besar atau seluruh negara di dunia.
iii. Perjanjian terbuka atau
umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah ataupun objeknya hanya terbatas
bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu saja.
3.
Perjanjian Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
Dari
segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam
dua kelompok yaitu:
a. Perjanjian Internasional
yang melalui dua tahap. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan
(negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan
wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus
membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu. Selanjutnya
memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatangan, maka perjanjian itu telah
mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersangkutan. Dengan demikian,
tahap terakhir dalam perjanjian dua tahap, mempunyai makna sebagai pengikatan
diri dari para pihak terhadap naskah perjanjian yang telah disepakati itu.
b. Perjanjian Internasional
yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap,
sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada
tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini
penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada
perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang
bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas
dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar
perjanjian yang telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat
bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah
negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.
4.
Perjanjian Internasional ditinjau dari jangka waktu berlakunya
Pembedaan
atas Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara
mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa
Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam
hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit
menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan
sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu
dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas.
Syarat
Sahnya Perjanjian
Syarat
sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan punya
kekuatan mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat perjanjian akan
membuat perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320 KUHPerdata, syarat
sahnya perjanjian terdiri dari:
a. Syarat
Subyektif (Mengenai subyek atau para pihak)
Kata Sepakat
Kata
sepakat berarti adanya titik temu (a meeting of the minds) diantara para
pihak tentang kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam perjanjian jual beli
mobil, Gareng punya kepentingan untuk menjual mobilnya karena ia membutuhkan
uang. Sebaliknya, Petruk membeli mobil Gareng karena ia punya kepentingan
memiliki kendaraan. Pertemuan kedua kepentingan itu akan mencapai titik
keseimbangan dalam perjanjian.
Cakap
Cakap
berarti dianggap mampu melakukan perbuatan hukum. Prinsipnya, semua orang
berhak melakukan perbuatan hukum – setiap orang dapat membuat perjanjian –
kecuali orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan orang-orang tertentu
yang dilarang oleh undang-undang.
b.
Syarat Obyektif (Mengenai obyek perjanjian)
Suatu Hal Tertentu
Suatu
hal tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan jelas, dapat ditentukan
baik jenis maupun jumlahnya. Misalnya, Gareng menjual mobil Toyota Avanza Nomor
Polisi B 1672 RI dengan harga Rp. 180.000.000 kepada Petruk. Obyek perjanjian
tersebut jenisnya jelas, sebuah mobil dengan spesifikasi tertentu, dan
begitupun harganya.
Suatu Sebab Yang Halal
Suatu
sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang
tapi diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi
perbuatan melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar
ketertiban umum. Misalnya perjanjian perdagangan manusia atau senjata ilegal.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a)
kesempatan penarikan kembali penawaran;
b)
penentuan resiko;
c)
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d)
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Pelaksanaan
Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian
Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan
perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur
atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan
Perjanjian
Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
♫ Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
♫ Pihak pertama melihat adanya kemungkinan
pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
♫
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
♫
Terlibat hokum
♫
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian
SUMBER: